1. Pengertian
a. Persepsi
Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti sedangkan penginderaan atau sensasi adalah
proses penerimaan rangsang, Jadi gangguan persepsi adalah ketidakmampuan
manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal
seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus
eksternal, dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. (Judith, 1997 dalam keliat 1995 : 242).
Manusia yang mempunyai
ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dapat menggunakan proses
pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta
mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka
kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon
reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal. Misalnya sensoris terhadap
rangsang,
pengenalan dan
pengertian akan perasaan seperti ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan.
Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan gangguan
ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama.
b. Halusinasi
Halusinasi adalah salah
satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine
(1987) (dalam Keliat 1995 : 242)., halusinasi adalah persepsi sensorik tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson
(1983), dalam Keliat (1995) halusinasi adalah
gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi
pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan
kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan
oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
2. Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa
seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi
infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami
sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti
kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik
dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat
keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan
sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui
namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis,
sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis,
pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping. (Mary 1991, dalam Keliat 1995 : 242).
3. Psikopatologi
Halusinasi merupakan
bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya
kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan
pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau
bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari
halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang
menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain.Ada
yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh
aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input
ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila
input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada
keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus
atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi Pendapat lain
mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke
unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya
menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus
eksterna.
4.
Manifestasi Klinik
Manifestasi
klinik halusinasi (Keliat, 1995 : 43) terdri dari :
a. Tahap I
1) Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2) Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3) Gerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat
5)
Diam
dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
b. Tahap II
1) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas
misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
2) Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3) Dipenuhi pengalaman sendiri dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
c. Tahap III
1) Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya dari pada menolaknya
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik
4) Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat,
tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
d. Tahap IV
1) Prilaku menyerang teror seperti panik
2) Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang
lain
3) Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti
amuk, agitasi, menarik diri atau katatonik
4) Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
5) Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar